Skip to main content

Kisah Mualaf Asal Jepang Pemilik Restoran Hana

Perjalanan Mualaf asal Jepang Kumiko

KUMIKO, dari namanya sudah bisa ditebak dari mana wanita berkulit putih dan bermata sipit itu berasal. Ya, wanita itu berasal dari Negeri Sakura alias Jepang. Sudah tiga tahun ini ia tinggal di Aceh, tepatnya di Darussalam, Banda Aceh.

Saat berbincang-bincang dengan The Atjeh Post pekan lalu, wanita yang biasa dipanggil Kak Kumiko ini mengaku tinggal di Aceh karena mengikuti sang suami, Khairul Huda, dosen di Fakultas Teknik Unsyiah yang tak lain adalah orang Aceh asli.

Sejak menikah dengan lelaki Aceh tersebut, Kumiko pun menjadi Mualaf, kini ia selalu tampil dengan kepala tertutup kerudung, sebagaimana yang dilakukan perempuan muslim lainnya.

Wanita yang dilahirkan di Osaka, Jepang ini pun perlahan-lahan mulai menyesuaikan diri dengan tempat tinggal barunya. Salah satunya adalah mempelajari bahasa Indonesia.

“Awalnya saya tak mengerti bahasa Indonesia, tapi karena sudah terbiasa, akhirnya saya sudah mengerti bahasa Indonesia walaupun sedikit,” ujarnya dengan logat Jepang yang kental.

Saat ini ia memiliki sepasang anak yaitu Radi Pratama Yutaro dan Sakinah Aiko. Kepada anak-anaknya Kumiko berbicara dengan bahasa Jepang, sedangkan dengan keluarga lainnya di rumah mereka berbicara dalam bahasa Indonesia, meski belum terlalu lancar.

Tiga tahun berada jauh di negeri orang, Kumiko kerap merasa rindu kepada negerinya, kepada orang tua, saudara dan kepada makanan khas negeri matahari terbit itu. Kerinduan itu pula yang menggerakkan naluri bisnisnya. Tak kehilangan akal, ia justru membuka kafe kecil di halaman rumahnya dengan menjual makanan khas Jepang. Dengan modal Rp 15 juta ia pun memantapkan niatnya membuka kafe tersebut.

Oleh Kumiko, kafe tersebut diberi nama Hana, dalam bahasa Jepang Hana artinya bunga. Bukan tanpa alasan ia memberinya nama itu. “Saya sangat menyukai bunga,” katanya. Kafe itu kini bisa ditemui di Belakang Wisma Unsyiah, berhadapan dengan Lapangan Tugu Unsyiah.
Di kafe Hana makanan yang disediakan hanya dua macam yaitu Tokoyaki dan Okonomi Yaki. Sedangkan minuman yang disediakan adalah Kakigori Ujikin atau es serut green tea dan es serut cokelat.

Salah satu ciri khas Kumiko adalah selalu sabar melayani konsumennya. Tak heran meski usia kafenya baru dalam hitungan minggu, setiap hari puluhan pembeli yang didominasi mahasiswa mampir ke kafenya.

Ke depan ia ingin usahanya itu bisa maju dan menambah beberapa varian makanan Jepang lainnya. Ia mengaku sangat didukung oleh suaminya.
“Saya ingin membuka usaha makanan Jepang di Banda Aceh, tempatnya di Hermes Mall,” katanya.

Restoran "Hana" Yang dibuat Oleh Mualaf asal Jepang Kumiko

Siapa yang tak kenal negara dengan sebutan Matahari Terbit itu. Ya, Jepang merupakan salah satu negara maju di timur Asia yang boleh dibilang sangat mendominasi, baik di bidang ekonomi maupun teknologi. Tak hanya itu dominasi Jepang juga terjadi di ranah budaya dan kuliner.

Kuliner Jepang kini kian mudah ditemui di Indonsia, sebut saja misalnya keberadaan franchise Hoka-hoka Bento (Hokben) yang sudah lama masuk Indonesia. Menjadi salah satu media untuk mempopulerkan makanan Jepang.

Di Banda Aceh outlet Hokben memang belum ada, tetapi bukan berarti kita tidak bisa mencicipi cita rasa kuliner Jepang. Penelusuran The Atjeh Post di Banda Aceh, café yang menyediakan kuliner khas Jepang baru ada satu tempat. Namanya Café Hana, lokasinya berada di depan Lapangan Tugu Unsyiah, persis di belakang Wisma Unsyiah, di kawasan Darussalam, Banda Aceh.

Penasaran dengan keberadaan café tersebut, Kamis, 4 Oktober 2012 kemarin The Atjeh Post sengaja mengunjungi Café Hana. Café tersebut berada di halaman sebuah rumah berwarna putih bergaya lama. Bentuknya sederhana, hanya berupa pondok kecil beratapkan daun rumbia. Hana, dalam bahasa Jepang artinya bunga jadi Café Hana berarti Café Bunga.
Aroma Jepang benar-benar terasa di kafe itu, pemiliknya Kumiko, merupakan perempuan asli Jepang. Bahkan saat berbincang-bincang dengan The Atjeh Post perempuan yang biasa disapa Kak Kumiko ini masih belum fasih berbahasa Indonesia.

“Saya sengaja memberi nama cafenya Hana, Hana artinya bunga, saya suka bunga,” katanya. Di bagian depan pondok sebuah spanduk berwarna hijau berisi menu-menu special Café Hana tertera dalam bahasa kanji.

Café tersebut mulai buka sejak pukul 11.oo wib pagi hingga pukul 18.00 wib petang. Berbagai makanan Jepang seperti olahan seafood, martabak, dan es krim tersedia di sini. Salah satunya adalah Takoyaki dan Okonomi Yaki, kedua makanan ini berasal dari Osakan, bentuknya seperti bola pingpong. Bahan dasarnya tepung terigu yang diisi dengan gurita atau tako, makanya diberinama Takoyaki.

Ada juga yang berisi ebi (udang), iki (cumi-cumi). Takoyaki dimasak menggunakan wajan yang berbentuk bola kecil dan diolesi minyak goreng di atasnya. Okonomi bentuknya seperti martabak dengan campuran terigu, kol, kerak tempura, ebi dan daung bawang, dengan tambahan telur sebagai perekatnya.

Isinya berupa campuran seperti seafood, udang, cumi dan gurita. Cara memasaknya pun sama seperti membuat martabak, digoreng di wajan datar persegi. Untuk mendapatkan bahan-bahan tersebut Kak Kumiko membelinya di pasar Peunayong dan Lamnyong. Ada juga yang diimpor dari Jepang seperti teh hijau, Aonori, tempat masakan takoyaki dan alat es serut.
“Kalau saus ala Jepang dan mayonese biasanya saya buat sendiri,” katanya dengan logat Jepang. takoyaki dan okonomiyaki memang disajikan dengan saus ala Jepang, ditaburi dengan katsubusi yaitu olahan daging tongkol yang dikeringkan serta aonori atau serbuk rumput laut.

Berbeda dengan jajanan lainnya, penyajian satu porsi takoyaki terbilang lama membutuhkan waktu hingga 15 menit. Wajar saja karena semua makanan yang disantap di Café Hana sifatnyafresh from oven.

“Walau pun lama kami sabar menunggu makanan Jepang ini, soalnya enak,” kata Kiki, mahasiswa IAIN Ar Raniry yang dijumpai The Atjeh Post di café tersebut. Sudah empat hari berturut-turut Kiki mengaku datang ke café itu.

Selain kedua makanan di atas menu utama lainnya di Hana adalah kakigori ujikin atau es serut the hijau. Es serut ini diberi the hijau dan campuran agar-agar, kacang merah atau kin, bola ketan dan eskrim dari the hijau. Bagi yang suka cokelat tersedia juga es serut cokelat.

Rupanya Kak Kumiko tidak hanya menyediakan kuliner Jepang saja, minuman India pun tersedia di sini, namanya Cai Masala Tea India. Minuman ini diracik dengan bahan teh dicampur dengan jahe, kayu manis, cengkeh, susu dan beberapa rempah lainnya. Cocok diminum saat udara dingin untuk menghangatkan tubuh.

Café Hana pas untuk tongkrongan, khususnya mahasiswa karena harga yang ditawarkan di sini sangat murah. Takoyaki misalnya untuk tujuh butir hanya Rp 10 ribu, sedangkan es serut teh hijaunya hanya Rp 7 ribu.

Tempat ini cocok untuk tempat bersantai di sore hari, sembari menikmati bola-bola khas Negeri Sakura tersebut, kita juga bisa menikmati aktivitas mahasiswa di Lapangan Tugu Unsyiah.

Popular posts from this blog

Rahasia Alkitab/Injil Yang Menggemparkan Dunia

BERIKUT INI ADALAH SEBAGIAN INFORMASI YANG SELAMA INI DISEMBUNYIKAN OLEH GEREJA AGAR UMAT KRISTEN / KATHOLIK TIDAK MEMPELAJARI ALKITAB MEREKA SENDIRI SECARA MENDALAM, APALAGI SAMPAI DENGAN MEMBANDINGKAN ANTAR SATU KITAB DENGAN KITAB LAIN,  SANGAT DILARANG KERAS .   -------------------------------------------------------------------------------------- INDEKS AL-KITAB Kitab agama ini adalah milik umat Kristiani, dikenal dengan sebutan Alkitab atau Bibel (Inggris : Bible, Jerman : Bijbel), terdiri dari dua bagian kitab, yaitu Kitab Perjanjian Lama (PL) dan Kitab Perjanjian Baru (PB). Di dalam Perjaniian Lama Tuhan pernah berfirman bahwa orang-oran Israel itu sangat durhaka dan hobi merubah-rubah kitab suci (baca: Kitab Mikha 3:1 - 12 dan Ulangan 31:27). Akibatnya, kitab suci ini menjadi bercampur-baur antara kebenaran ilahi dan kesalahan-kesalahan manusiawi yang ditulis oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Maka Alkitab tidak boleh dibaca dengan doktrin yang harus diterima apa

Alasan Paquita Widjaya Masuk Islam

Angin dan Badai Mengantarkan Paquita Widjaya Kepada Islam Paquita Wijaya , itulah namaku. Sejak lahir aku memeluk agama Kristen Protestan. Kesempatan pernah mengenyam pendidikan Barat di Parsons School of Design New York, membuat cara berpikirku sangat rasional. Apalagi aku dibesarkan dalam kultur keluarga yang demokratis. Termasuk dalam menyikapi agama. Namun setelah rasioku ditundukkan oleh kenyataan bahwa kekuasaan Allah itu benar ada, aku pun bersyahadat dan masuk Islam. Sudah lama aku tertarik dengan Islam. Kupikir, ini agama yang paling rasional. Perlahan, aku tertarik dengan ritual Islam yang dijalankan Tanteku, seorang muslimah yang sempat tinggal bersama keluargaku. Tapi hingga suatu saat aku suting di pulau Nias, Sumatera Utara, aku belum juga memeluk Islam. Inilah awalnya.... Pulau Nias tiap hari diguyur hujan lebat, disertai angin dan badai. Dua bulan tim kami terperangkap di pulau itu. Tak ada pesawat yang berani terbang di tengah cuaca buruk. Padahal, aku harus se

Kisah Bernard Nababan Jadi Mualaf

Menjadi seorang pendeta adalah harapan kedua orang tuanya. Namun, kehendak Allah SWT mengantarkan Bernard Nababan pada kebenaran Islam. Bahkan, ia akhirnya menjadi juru dakwah dalam agama Islam. Saya lahir di Tebing Tinggi, Sumatra Utara, 10 November 1966. Saya anak ke-3 dari tujuh bersaudara. Kedua orang tua memberi saya nama Bernard Nababan . Ayah saya adalah seorang pendeta Gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) di Sumatra Utara. Sedangkan, ibu seorang pemandu lagu-lagu rohani di gereja. Sejak kecil kami mendapat bimbingan dan ajaran-ajaran kristiani. Orang tua saya sangat berharap salah seorang dari kami harus menjadi seorang pendeta. Sayalah salah satu dari harapan mereka. Kemudian, saya disekolahkan di lingkungan yang khusus mendidik para calon pendeta, seperti Sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA) Kristen. Lalu berlanjut pada Sekolah Tinggi Teologi (STT) Nomensen, yaitu