"Tiga Pertanyaan" yang Membawa Felix Siauw Menjadi Muallaf
“Jika kamu masih mempunyai banyak pertanyaan, maka kamu belum dikatakan beriman, Iman adalah percaya apa adanya, tanpa reserve”.Begitulah kira-kira suatu pernyataan yang akan selalu saya ingat didalam hidup saya. Waktu itu saya masih seorang penganut Kristen Katolik berusia 12 tahun yang banyak sekali pertanyaan didalam hidup saya. Diantara pertanyaan-pertanyaan itu, tiga pertanyaan yang paling besar adalah: Darimana asal kehidupan ini, Untuk apa adanya kehidupan ini, dan akan seperti apa akhir daripada kehidupan ini. Dari tiga pertanyaan tersebut muncullah pertanyaan-pertanyaan turunan, “Kenapa tuhan pencipta kehidupan ini ada 3, tuhan bapa, putra dan roh kudus? Darimana asal tuhan bapa?”, atau “Mengapa tuhan bisa disalib dan dibunuh lalu mati, lalu bangkit lagi?”. Jawaban-jawaban itu selalu akan mendapatkan jawaban yang mengambang dan tak memuaskan.
Ketidakpuasan lalu mendorong saya untuk mencari jawaban di dalam alkitab, kitab yang datang dari tuhan, yang saya pikir waktu itu bisa memberikan jawaban. Sejak saat itu, mulailah saya mempelajari isi alkitab yang belasan tahun tidak pernah saya buka secara sadar dan sengaja. Betapa terkejutnya saya, setelah sedikit berusaha memahami dan mendalami alkitab, saya baru saja mengetahui pada saat itu jika 14 dari 27 surat dari injil perjanjian baru ternyata ditulis oleh manusia, saya hampir tidak percaya bahwa lebih dari setengah isi kitab yang katanya kitab tuhan ditulis oleh manusia, yaitu Santo Paulus. Lebih terkejut lagi ketika saya mengetahui bahwa sisa kitab yang lainnya juga merupakan tulisan tangan manusia setelah wafatnya Yesus. Sederhananya, Yesus pun tidak mengetahui apa isi injilnya. Lebih dari itu semua, konsep trinitas yang menyatakan tuhan itu tiga dalam satu dan satu dalam tiga (Bapa, Anak, dan Roh Kudus) yang merupakan inti dari ajaran kristen pun ternyata adalah hasil konggres di kota Nicea pada tahun 325 M. Ketika proses mencari jawaban di dalam alkitab pun, saya menemukan sangat sedikit sekali keterangan yang diberikan di dalam alkitab tentang kehidupan setelah mati hari kiamat dan asal usul manusia.
Setelah proses pencarian jawaban di dalam alkitab itu, saya memutuskan bahwa agama yang saya anut tidaklah pantas untuk dipertahankan atau diseriusi, karena tidak memberikan saya jawaban atas pertanyaan mendasar saya, juga tidak memberikan kepada saya pedoman dan solusi dalam menjalani hidup ini. Sejak saat itu, saya memutuskan untuk menjadi seseorang yang tidak beragama, tetapi tetap percaya kepada Tuhan. Saya mengambil kesimpulan bahwa semua agama tidak ada yang benar, karena sudah diselewengkan oleh penganutnya seiring dengan waktu. Saya menganggap semua agama sama, tidak ada yang benar dan tidak ada yang salah. Saya juga berpandangan bahwa Tuhan laksana matahari, dimana para nabi dengan agamanya masing-masing adalah bulan yang memantulkan cahaya matahari, dan pemantulan itu tidak ada yang sempurna, sehingga agama pun tidak ada yang sempurna Tanpa sadar waktu itu saya masuk kedalam ideologi sekular. Menjadilah saya manusia yang sinkretis dan pluralis pada waktu itu.
Tetapi semua pandangan itu berubah 5 tahun kemudian ketika saya memasuki semester ketiga saya ketika berkuliah di salah satu PTN. Saya menemukan bahwa teori saya bahwa semua agama itu sama hancur samasekali dengan adanya realitas baru yang saya dapatkan. Lewat pertemuan saya dengan seorang ustadz muda aktivis gerakan da’wah islam internasional, perkenalan saya dengan al-Qur’an dimulai. Diskusi itu bermula dari perdebatan saya dengan seorang teman saya tentang kebenaran. Dia berpendapat bahwa kebenaran ada di dalam al-Qur’an, sedangkan saya belum mendapatkan kebenaran. Sehingga dipertemukanlah saya dengan ustadz muda ini untuk berdiskusi lebih lanjut.
Setelah bertemu dan berkenalan dengan ustadz muda ini, saya lalu bercerota tentang pengalaman hidup saya termasuk ketiga pertanyaan hidup saya yang paling besar. Kami lalu berdiskusi dan mencapai suatu kesepakatan tentang adanya Tuhan pencipta alam semesta. Adanya Tuhan, atau Sang Pencipta memanglah sesuatu yang tidak bisa disangkal dan dinafikkan bila kita benar-benar memperhatikan sekeliling kita. Tapi saya lalu bertanya pada ustadz muda itu “Saya yakin Tuhan itu ada, dan saya berasal dari-Nya, tapi masalahnya ada 5 agama yang mengklaim mereka punya petunjuk bagi manusia untuk menjalani hidupnya. Yang manakah lalu yang bisa kita percaya?!”. Ustadz muda itu berkata “Apapun diciptakan pasti mempunyai petunjuk tentang caranya bekerja” lalu dia menambahkan “Begitupun juga manusia, masalahnya, yang manakah kitab petunjuk yang paling benar dan bisa membuktikan diri kalau ia datang dari Sang Pencipta atau Tuhan yang Maha Kuasa” lalu diapun membacakan suatu ayat dalam al-Qur’an:
Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (QS al-Baqarah [2]:2)
Ketika saya membaca ayat ini saya terpesona dengan ketegasan dan kejelasan serta ketinggian makna daripada kitab itu. Mengapa penulis kitab itu berani menuliskan seperti itu?. Seolah membaca pikiran saya, ustadz itu melanjutkan “kata-kata ini adalah hal yang sangat wajar bila penulisnya bukanlah manusia, ciptaan yang terbatas, Melainkan Pencipta. Not creation but The Creator. Bahkan al-Qur’an menantang manusia untuk mendatangkan yang semacamnya!”
Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar (QS al-Baqarah [2]: 23)
Waktu itu saya membeku, pikiran saya bergejolak, seolah seperti jerami kering yang terbakar api. Dalam hati saya berkata “Mungkin inilah kebenaran yang selama ini saya cari!”. Tetapi waktu itu ada beberapa keraguan yang menyelimuti diri saya, belum mau mengakui bahwa memang al-Qur’an adalah suatu kitab yang sangat istimewa, yang tiada seorangpun yang bisa mendatangkan yang semacamnya. Lalu saya bertanya lagi “Lalu mengapa agama yang sedemikian hebat malah terpuruk, menjadi pesakitan, hina dan menghinakan dirinya sendiri?”. Dengan tersenyum dan penuh ketenangan ustadz muda itu menjawab “Islam tidak sama dengan Muslim. Islam sempurna, mulia dan tinggi, tidak ada satupun yang tidak bisa dijelaskan dan dijawab dalam Islam. Muslim akan mulia, tinggi juga hebat. Dengan satu syarat, mereka mengambil Islam secara kaffah (sempurna) dalam kehidupan mereka”
“Jadi maksud ustadz, muslim yang sekarang tidak atau belum menerapkan Islam secara sempurna?!” sata menyimpulkan.
“Ya, itulah kenyataan yang bisa Anda lihat” tegas ustadz muda itu.
Lalu saya dijelaskan panjang lebar tentang maksud bahwa Islam berbeda dengan Muslim. Penjelasan itu sangat luar biasa, sehingga memperlihatkan bagaimana sistem Islam kaffah bekerja. Sesuatu yang belum pernah saya dengar tentang Islam sampai saat itu, sesuatu yang tersembunyi (atau sengaja disembunyikan) dari Islam selama ini. Saat itu saya sadar betul kelebihan dan kebenaran Islam. Hanya saja selama ini saya membenci Islam karena saya hanya melihat muslimnya bukan Islam. Hanya melihat sebagian dari Islam bukan keseluruhan.
Akhirnya ketiga pertanyaan besar saya selama ini terjawab dengan sempurna. Bahwa saya berasal dari Sang Pencipta dan itu adalah Allah SWT. Saya hidup untuk beribadah (secara luas) kepada-Nya karena itulah perintah-Nya yang tertulis didalam al-Qur’an. Dan al-Qur’an dijamin datang dari-Nya karena tak ada seorangpun manusia yang mampu mendatangkan yang semacamnya. Setelah hidup ini berakhir, kepada Allah saya akan kembali dan membawa perbuatan ibadah saya selama hidup dan dipertanggungjawabkan kepada-Nya sesuai dengan aturan yang diturunkan oleh Allah. Setelah yakin dan memastikan untuk jujur pada hasil pemikiran saya. Saya memutuskan:
“Baik, kalau begitu saya akan masuk Islam!”
Saya tahu, saya akan menemui banyak sekali tantangan ketika saya memutuskan hal ini. Saya memiliki lingkungan yang tendensius kepada Islam dan saya yakin keputusan ini tidak akan membuat mereka senang. Tapi bagaimana lagi, apakah saya harus mempertahankan perasaan dan kebohongan dengan mengorbankan kebenaran yang saya cari selama ini?!. “Tidak, sama sekali tidak” saya memastikan pada diri saya sendiri lagi. Artinya walaupun tantangan di depan mata, saya yakin bahwa Allah, yang memberikan saya semuanya inilah yang pantas dan harus didahulukan.
Setelah menemukan Islam, saya menemukan ketenangan sekaligus perjuangan. Ketenangan pada hati dan pikiran karena kebenaran Islam. Dan perjuangan karena banyak muslim yang masih terpisah dengan Islam dan tidak mengetahui hakikat Islam seperti yang saya ketahui, kenikmatan Islam yang saya nikmati dan bangga kepada Islam seperti saya bangga kepada Islam. Dan mudah-mudahan, sampai akhir hidup saya dan keluarga saya, kami akan terus di barisan pembela Islam yang terpercaya. Janji Allah sangat jelas, dan akan terbukti dalam waktu dekat. Allahuakbar!
Dan Allah Telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana dia Telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang Telah diridhai-Nya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik (QS an-Nuur [24]: 55)
Terimakasih Allah SWT, telah memberiku al-Qur’an dan taufik. Terimakasih wahai rasulullah Muhammad saw. atas kasih sayang dan perjuangannya. Terimakasih untuk Mami yang telah melahirkan dan mengasuh serta membesarkanku. Papi atas pelajaran nalar dan kritisnya sehingga aku bisa menemukan Islam. al-Ustadz Fatih Karim atas kesabaran dan persaudaraanya. al-Ustadz Ahmad Muhdi atas kritik dan perhatiannya. Ummi Iin atas percaya dan penurutnya. Teman-teman HDHT, terimakasih atas bimbingannya ! (sumber: felixsiauw.com)