Skip to main content

"Dr Jerald F. Dirks" Seorang Kepala Gereja Methodis yang Jadi Mualaf

Kisah Seorang Kepala Gereja Methodis yang Akhirnya Memilih Islam

"Kenangan di awal masa kecil saya adalah mendengar suara lonceng gereja sebagai panggilan misa pada hari Minggu pagi, di sebuah kota kecil dan terpencil tempat saya dibesarkan. Gereja Methodis itu sudah tua, bangunannya terbuat dari kayu, dilengkapi dengan menara yang diatasnya terdapat lonceng gereja. Jaraknya cuma dua blok dari rumah saya. Ketika lonceng gereja berbunyi, kami sekeluarga berangkat ke gereja untuk mengikuti misa setiap hari Minggu pagi," Dr Jerald F. Dirks mengenang kembali masa kecilnya, mengawali kisahnya sebelum menjadi seorang muslim.

Di tahun 1950-an. gereja menjadi pusat kehidupan warga di kota-kota terpencil. Sejak kecil sampai kelas delapan, Dirks rutin mengikuti sekolah Alkitab yang diselenggarakan setiap bulan Juni, selama dua minggu. Ia juga tetap rajin datang ke gereja untuk mengikuti misa setiap Minggu pagi, dilanjutkan dengan sekolah Minggu. Dirks kecil mengumpulkan banyak pin sebagai tanda kerajinannya hadir setiap minggu dan mendapat sejumlah penghargaan karena mampu menghapal isi Alkitab.

Ketika Dirks duduk di bangku SMP, gereja Menthodis di kota tempatnya tinggal ditutup, sehingga ia dan keluarganya pindah ke gereja Methodis di kota lain yang terdekat. Gereja itu lebih besar sedikit dibandingkan gereja di kotanya. Pada masa itulah, Dirks mulai merasa terpanggil untuk menjadi pastor dan mulai memusatkan perhatiannya untuk mengabdi pada gereja.

Dirks yang mulai berangkat remaja aktif dalam organisasi Methodist Youth Fellowship, yang mengantarnya menjadi salah satu pengurus konferensi dan ketua distrik. "Saya juga menjadi 'penceramah' tetap dalam acara tahunan Youth Sunday," kata Dirks.

Aktivitas khutbahnya mulai menarik perhatian masyarakat luas. Dirks memberikan khutbahnya di berbagai tempat, selain di gereja. Pada usia 17 tahun, ia sudah menjadi mahasiswa di Harvard College. Tekadnya menjadi pastor sudah bulat. Oleh sebab itu, ia juga mendaftarkan diri ke kursus perbandingan agama yang berlangsung selama dua semester. Pengajar kursus itu adalah Wilfred Cantwell Smith, yang memiliki spesifikasi sebagai pakar Islam.

"Selama kursus, saya tidak terlalu perhatian pada Islam dibandingkan perhatian saya pada agama lain, seperti Hindu dan Budha. Kedua agama yang saya sebut terakhir terlihat lebih mempengaruhi batin dan masih asing buat saya," tutur Dirks.

"Sebaliknya, Islam terlihat mirip dengan agama Kristen yang saya anut. Karenanya, saya tidak terlalu konsentrasi penuh pada Islam. Tapi, saya masih ingat tugas karya tulis tentang konsep wahyu dalam Al-Quran. Untuk memenuhi tuntutan dan standar kursus yang ketat, saya berhasil menemukan sebuah perpustakaan dimana terdapat sekitar 12 buku tentang Islam, yang semuanya ditulis oleh penulis non-Muslim. Saya juga menemukan dua terjemahan berbeda dalam bahasa Inggris tentang arti Al-Quran," sambung Dirks.

Di Harvard ia dijuluki "Hollis Scholar" karena Dirks menjadi salah satu calon mahasiswa teologi yang selalu diperhitungkan di akademinya. Ia lalu menjadi pastor muda di United Methodist Church, dan tak berapa lama kemudian mendapat lisensi sebagai pastor dari gereja tersebut.

Dirks lulus dari Harvard College tahun 1971. Ia lalu mendaftarkan diri ke Harvard Divinity School dan mendapat gelar Master of Divinity pada tahun 1974, setelah sebelumnya ditahbiskan masuk dalam jajaran kepastorang United Methodist Churc. Selama menyelesaikan pendidikan seminarinya, Dirks juga menyelesaikan program pendidikan untuk menjadi rohaniwan di Rumah Sakit Peter Bent Brigham di Boston. Setelah itu, ia bertugas sebagai pastor di dua gereja United Methodist di daerah terpencil di Kansas, selama beberapa tahun.

Menerima Islam

Dirks mulai berminat pada Islam setelah ia berkenalan dan berinteraksi dengan sejumlah orang Arab Amerika yang kebetulan muslim, untuk keperluan menerjemahkan dokumen-dokumen bahasa Arab, karena pada saat itu Dirks dan istrinya sedang melakukan riset tentang sejarah kuda Arab.

Kontak pertamanya adalah seorang muslim bernama Jamal pada suatu musim panas di tahun 1991. Untuk membantu menerjemahkan dokumen berbahasa Arab, Jamal datang ke rumah Dirks. Sore hari, ketika akan pulang, Jamal meminta izin menggunakan kamar mandi di rumah Dirks untuk berwudu karena sudah tiba waktu salat. Jamal lalu mengambil meminta lembaran koran yang digunakannya sebagai sajadah.

"Tanpa saya sadari, ketika itu Jamal sebenarnya sudah mempraktekkan dakwah. Ia tidak mengomentari fakta bahwa kami non-Muslim, dia tidak ceramah apapun tentang agamanya pada kami. Dia hanya memberi contoh pada kami," ujar Dirks.

Hampir satu setengah tahun berinteraksi dengan Jamal. Jamal tidak pernah menceritakan apapun tentang Islam atau bertanya tentang agama Dirks. Sebaliknya, Dirks justru mulai belajar dari Jamal, bagaimana ia salat tepat waktu, bagaimana ia berperilaku dalam berbisnis maupun bersosialisasi, dan terutama cara Jamal berinteraksi dengan dua anaknya.

Lewat Jamal, Dirks mulai berkenalan dengan keluarga Arab muslim lainnya. Dirks memperhatikan bagaimana keluarga-keluarga muslim itu menerapkan etika yang menurut Dirks, lebih tinggi dibandingkan etika yang diterapkan oleh keluarga-keluarga Amerika.

Setelah menyaksikan sendiri bagaimana kehidupan keluarga muslim, tahun 1992, Dirks mulai menanyakan pada dirinya sendiri pertanyaan-pertanyaan yang serius, dimanakah ia dan apa yang ia lakukan. Desember 1992, Dirks mengakui bahwa ia tidak menemukan pertentangan antara keyakinan religiusnya dengan ajaran Islam. Dirks merasa siap untuk mengakui bahwa Tuhan itu Esa dan mengakui Nabi Muhammad Saw. Ia menyingkirkan buku-buku tentang Islam yang ditulis penulis non-Muslim dan mulai membaca terjemahan Al-Quran. Tapi ia masih ragu-ragu untuk membuat keputusan.

Bulan Maret 1993, Dirks dan istrinya liburan ke Timur Tengah. Waktu itu bertepatan dengan bulan Ramadan. Ia dan istrinya memutuskan untuk mencoba ikut berpuasa. Dirks bahkan ikut salat dengan teman-teman muslim yang baru ia kenal selama menikmati liburan itu.

Akhirnya, sekembalinya dari Timur Tengah, Dirks dan istrinya memutuskan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Setelah menjadi muslim, Dirks memperdalam pengetahuannya tentang Islam antara lain di Universitas Islam Imam Muhammad Ibn Saud di Arab Saudi pada tahun 1998. Tahun 1999. Dirks menunaikan ibadah umrah dan haji.

Sekarang, Dirks yang dikenal dengan nama Islam "Abu Yahya" menjadi salah satu cendekiawan muslim yang banyak menulis artikel dan buku tentang keagamaan. Ia juga menjadi memberikan kuliah tentang Islam di beberapa perguruan tinggi di AS, serta aktif dalam organisasi muslim di AS seperti ISNA, ICNA dan MAS.

sumber: eramuslim.com

Popular posts from this blog

Rahasia Alkitab/Injil Yang Menggemparkan Dunia

BERIKUT INI ADALAH SEBAGIAN INFORMASI YANG SELAMA INI DISEMBUNYIKAN OLEH GEREJA AGAR UMAT KRISTEN / KATHOLIK TIDAK MEMPELAJARI ALKITAB MEREKA SENDIRI SECARA MENDALAM, APALAGI SAMPAI DENGAN MEMBANDINGKAN ANTAR SATU KITAB DENGAN KITAB LAIN,  SANGAT DILARANG KERAS .   -------------------------------------------------------------------------------------- INDEKS AL-KITAB Kitab agama ini adalah milik umat Kristiani, dikenal dengan sebutan Alkitab atau Bibel (Inggris : Bible, Jerman : Bijbel), terdiri dari dua bagian kitab, yaitu Kitab Perjanjian Lama (PL) dan Kitab Perjanjian Baru (PB). Di dalam Perjaniian Lama Tuhan pernah berfirman bahwa orang-oran Israel itu sangat durhaka dan hobi merubah-rubah kitab suci (baca: Kitab Mikha 3:1 - 12 dan Ulangan 31:27). Akibatnya, kitab suci ini menjadi bercampur-baur antara kebenaran ilahi dan kesalahan-kesalahan manusiawi yang ditulis oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Maka Alkitab tidak boleh dibaca dengan doktrin yang harus diterima apa

Alasan Paquita Widjaya Masuk Islam

Angin dan Badai Mengantarkan Paquita Widjaya Kepada Islam Paquita Wijaya , itulah namaku. Sejak lahir aku memeluk agama Kristen Protestan. Kesempatan pernah mengenyam pendidikan Barat di Parsons School of Design New York, membuat cara berpikirku sangat rasional. Apalagi aku dibesarkan dalam kultur keluarga yang demokratis. Termasuk dalam menyikapi agama. Namun setelah rasioku ditundukkan oleh kenyataan bahwa kekuasaan Allah itu benar ada, aku pun bersyahadat dan masuk Islam. Sudah lama aku tertarik dengan Islam. Kupikir, ini agama yang paling rasional. Perlahan, aku tertarik dengan ritual Islam yang dijalankan Tanteku, seorang muslimah yang sempat tinggal bersama keluargaku. Tapi hingga suatu saat aku suting di pulau Nias, Sumatera Utara, aku belum juga memeluk Islam. Inilah awalnya.... Pulau Nias tiap hari diguyur hujan lebat, disertai angin dan badai. Dua bulan tim kami terperangkap di pulau itu. Tak ada pesawat yang berani terbang di tengah cuaca buruk. Padahal, aku harus se

Paus Yohanes II Jadi Mualaf?

Benarkah Sri Paus Masuk Islam? Paus Yohanes II , atau yang akrab dipanggil Sri Paus , pimpinan umat katholik sedunia melakukan pidato resmi Vatikan kepada dunia internasional mengenai sikap resminya terhadap konflik berdarah Israel-Palestina di Timur Tengah yang kembali memanas belakangan ini. Namun apa yang kemudian dikatakannya di depan ribuan umat katholik itu ternyata benar-benar merupakan peristiwa yang sangat mengejutkan! Bahkan boleh dikatakan sebagai "berita abad ini". Ibarat petir di siang bolong, pada pukul 17.00 waktu setempat, Sri Paus mengumumkan kepada seluruh dunia bahwa mulai saat itu, detik itu, beliau menyatakan dirinya masuk ke dalam agama Islam. Saking mengagetkannya pengumuman tersebut, 16 orang di antara ribuan umat yang mendengarkan pidato langsung Sri Paus, langsung dilarikan ke rumah sakit karena mendapat serangan jantung mendadak. Hanya 5 nyawa di antara mereka yang berhasil diselamatkan. Ketika Sri Paus mengatakan sikapnya dalam pidato tanpa tek