Skip to main content

Proses Neil Armstrong Jadi Mualaf

Neil Armstrong Orang Yang Pertama Menginjakkan Kaki di Bulan Ternyata Sudah Masuk Islam

Neil Armstrong adalah orang pertama yang mendarat di bulan. Neil pergi ke bulan menggunakan pesawat ruang angkasa USA bernama Apollo, bersama rekannya Buzz Aldrin. Pergi ke bulan merupakan hal yang amat menakjubkan bagi Neil. Saat-saat masa keberhasilannya itu tak pernah ia lupakan.

Sampai akhirnya 30 Tahun berlalu,

Saat itu Neil memutuskan untuk mengambil cuti kepada pihak NASA. Ia menghabiskan liburannya dengan berwisata ke Mesir. Ini kali pertama ia mengunjungi Kairo, atau pertama kalinya ia mengunjungi sebuah negeri Islam dalam rangka berwisata mencari hiburan dan mengembalikan kesegaran setelah penat menghadapi rutinitas pekerjaan.

Beralih ke Mesir, akhirnya Neil bersama wisatawan lain sampailah ke sebuah hotel yang terletak di tengah kota Kairo. Setelah beres mengurus registrasi, dengan tertatih dia pergi menuju kamarnya untuk beristirahat setelah letih menempuh perjalanan yang cukup jauh dari Amerika menuju Kairo. Dan ketika dia berbaring di ranjang, tiba-tiba terdengarlah kumandang azan...

Allahuakbar... Allahuakbar...

Ketika mendengar seruan itu, ia berpikir bahwa ini bukan pertama kali ia mendengar seruan seperti ini. Neil berpikir keras dimana dia pernah mendengarnya sebelumnya? Neil terus berusaha mengingat, tetapi dia tetap tidak mampu menemukan jawabannya.

Kemudian ia duduk, berdiri dan berjalan menuju kamar kecil, kemudian pergi mengambil makanan fast food sebelum turun untuk makan malam di lantai dasar.

Di ruang makan ketika dia sedang mengunyah sisa makanannya sambil ngobrol bersama 2 orang temannya, kembali terdengar kumandang azan dari salah satu menara mesjid yang banyak tersebar di Kairo, ia pun lantas terdiam, mencoba menyimak dan menghayati lantunan kalimat-kalimat azan yang didengarnya.

Kemudian dia berseru memanggil salah seorang pelayan yang ada di sana dan bertanya dengan bahasa Inggris, “Apakah kamu bisa berbahasa Inggris?”

Si pelayan menjawab, “Bisa sedikit tuan.”

Neil tersenyum dan berkata, “Seruan apa yang barusan tadi terdengar?”

Pelayan tadi menjawab, “Maaf, saya tidak mengerti maksud tuan.”

Neil berisyarat mengumandangkan azan dengan terbata terbata, “Allahu akbar... Allahu akbar...”

Pelayan itu kemudian berkata, “Itu panggilan untuk sholat, panggilan kepada seluruh kaum muslimin untuk pergi ke masjid untuk melaksanakan sholat yang dilakukan 5 kali sehari.”

Neil pun mengucapkan terima kasih atas penjelasannya. Kemudian dia melanjutkan makan malamnya dengan duduk diam tanpa berkata apapun. Tiba-tiba ia bangkit dan meninggalkan teman-temannya lalu naik menuju kamarnya sambil berpikir, “Pasti aku mendengarnya di salah satu film yang pernah aku tonton”. Sejenak dia berhenti berpikir, “Ataupun mungkin di tempat lain?”.

“Ah tidak, bukan di film, aku mendengarnya dengan telingaku sendiri menggema di udara, tetapi dimana?” Sampai dia beranjak tidur, pernyataan ini masih berputar di kepalanya. Ketika fajar menyingsing, Neil terbangun oleh suara azan yang kembali berkumandang membelah angkasa:

Allahu akbar... Allahu Akbar...

Dia pun segera bangkit, duduk di tepi ranjang seraya mengerahkan segenap perhatiannya untuk mendengarkan suara itu, bersamaan dengan berakhirnya kumandang azan, Neil teringat kembali bayangan 30 tahun silam yang masa itu merupakan masa gemilang dalam hidupnya. Ketika itu dia mengendarai pesawat luar angkasa milik USA, Apollo, yang merupakan pesawat pertama dalam sejarah yang mampu mendarat di bulan. Tiba-tiba ia sadar bahwa “Ya, di sanalah aku mendengar seruan ini untuk pertama kalinya dalam hidupku.” ungkapnya.

Kemudian dia berseru dalam bahasa Inggris tanpa sadar, “Wahai Allah yang Maha Suci, Ya Allah, benar aku ingat bahwa di sanalah, di permukaan bulan itu aku dengar seruan itu untuk pertama kalinya dalam hidupku, dan di sini, di Kairo, aku mendengarnya di bumi.”

Kemudian dia membaca sesuatu dan berusaha untuk kembali tidur, tetapi dia tidak bisa, diambilnya sebuah buku dari dalam tasnya dan mulai membacanya untuk merintang waktu hingga pagi menjelang, dia membaca tetapi pikirannya melayang entah kemana dan dia sama sekali tidak mengerti isi buku yang dibacanya.

Dalam hati dia berharap untuk mendengar lagi seruan itu. Hingga pagi dia membaca seperti itu dengan harapan akan kembali mendengar suara azan, tetapi seruan yang ditunggu tidak kunjung terdengar.

Akirnya dia bangkit dan pergi ke kamar kecil dan mencuci mukanya, dengan cepat ia turun ke ruang makan untuk sarapan. Setelah itu dia pergi bersama sekelompok wisatawan untuk berkeliling, sementara itu seluruh panca inderanya dia pasang untuk menantikan saat dimana dia akan kembali mendengar lantunan seruan yang menggugahnya itu. Dia ingin meyakinkan dirinya sebelum memberitahukan wisatawan yang lain akan hal penting ini.

Kemudian rombongannya memasuki sebuah Museum Fir’aun dan di saat itu ia kembali mendengar kumandang azan yang mengalun merdu dengan irama yang indah dari sebuah pengeras suara di museum. Neil meninggalkan rombongannya dan berdiri di samping pengeras suara itu sambil memperhatikan dengan seksama, di pertengahan azan dia berseru memanggil temannya, “ Hei, ke sini, dengarkan seruan ini”.

Teman-temannya datang menghampiri dengan heran. Ketika salah seorang kelihatan akan berbicara, Neil memberi isyarat kepadanya agar diam dan mendengarkan seruan itu. Barulah setelah azan selesai, Neil bertanya kepada mereka, “Apakah kalian mendengarnya?”

“ya”, jawab mereka.

“Tahukah kalian dimana aku pernah mendengarnya sebelum ini? Aku mendengarnya di permukaan bulan pada tahun 1969.”

Berserulah teman dekatnya, “Mr. Armstrong, mari kita kesana untuk bicara sebentar.” Kemudian mereka berdua pergi ke salah satu sudut dan mulai bercakap-cakap tentang perasaannya yang aneh.

Tak lama kemudian Neil meninggalkan rombongannya dan mencegat taxi untuk pulang ke hotel, di wajahnya terlihat kemarahan dan emosi yang berkecamuk. “Bagaimana mungkin dia berkata bahwa aku mengada-ada dan aku telah gila?” pikirnya.

Neil berdiri di kamarnya selama 2 jam sambil berbaring di atas ranjang sambil menunggu-nunggu suara azan kembali, dan saat itu terdengarlah azan Ashar.

Allahu Akbar... Allahu Akbar...

Neil bangkit dari posisinya, berdiri lalu membuka jendela dan untuk kesekian kalinya memperhatikan seruan itu, kemudian dia berseru, “Tidak, aku belum gila, aku tidak gila, aku bersumpah demi Allah bahwa inilah yang aku dengar di permukaan bulan.”

Neil turun ke ruang makan agak terlambat agar tidak bertemu dengan temannya.

Sampailah ketika hari liburnya berakhir, Neil beserta wisatawan lain akan pulang ke Amerika. Neil sengaja menghindari semua teman-teman seperjalannya, hingga mereka kembali ke Amerika. Di Amerika Neil berusaha mendalami agama Islam, di saat itu ia mulai tertarik dengan Islam. Akhirnya, beberapa bulan kemudian, ia mengumumkan keislamannya, dan mengungkapkannya dalam suatu wawancara bahwa ia menyatakan masuk Islam karena dia telah mendengar kumandang azan dengan telinganya sendiri di permukaan bulan.

Asyhadu an laa ilaaha illallaah...

Wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullaah...

Tetapi tak lama kemudian datanglah sepucuk surat dari NASA, berisi keputusan tentang pemecatannya dari pekerjaannya. Pendeknya, NASA berlepas diri dan tidak mau membantu astronot yang pertama mendarat di bulan itu, karena dia menyatakan diri masuk Islam, dan menyangkal tentang terdengarnya azan di permukaan bulan.

Neil Armstrong berseru dalam sebuah majalah mempertanyakan pertanggungjawaban mereka perihal keputusan pemecatannya, “Memang aku kehilangan pekerjaanku, tetapi aku menemukan Allah”

Popular posts from this blog

Rahasia Alkitab/Injil Yang Menggemparkan Dunia

BERIKUT INI ADALAH SEBAGIAN INFORMASI YANG SELAMA INI DISEMBUNYIKAN OLEH GEREJA AGAR UMAT KRISTEN / KATHOLIK TIDAK MEMPELAJARI ALKITAB MEREKA SENDIRI SECARA MENDALAM, APALAGI SAMPAI DENGAN MEMBANDINGKAN ANTAR SATU KITAB DENGAN KITAB LAIN,  SANGAT DILARANG KERAS .   -------------------------------------------------------------------------------------- INDEKS AL-KITAB Kitab agama ini adalah milik umat Kristiani, dikenal dengan sebutan Alkitab atau Bibel (Inggris : Bible, Jerman : Bijbel), terdiri dari dua bagian kitab, yaitu Kitab Perjanjian Lama (PL) dan Kitab Perjanjian Baru (PB). Di dalam Perjaniian Lama Tuhan pernah berfirman bahwa orang-oran Israel itu sangat durhaka dan hobi merubah-rubah kitab suci (baca: Kitab Mikha 3:1 - 12 dan Ulangan 31:27). Akibatnya, kitab suci ini menjadi bercampur-baur antara kebenaran ilahi dan kesalahan-kesalahan manusiawi yang ditulis oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Maka Alkitab tidak boleh dibaca dengan doktrin yang harus diterima apa

Alasan Paquita Widjaya Masuk Islam

Angin dan Badai Mengantarkan Paquita Widjaya Kepada Islam Paquita Wijaya , itulah namaku. Sejak lahir aku memeluk agama Kristen Protestan. Kesempatan pernah mengenyam pendidikan Barat di Parsons School of Design New York, membuat cara berpikirku sangat rasional. Apalagi aku dibesarkan dalam kultur keluarga yang demokratis. Termasuk dalam menyikapi agama. Namun setelah rasioku ditundukkan oleh kenyataan bahwa kekuasaan Allah itu benar ada, aku pun bersyahadat dan masuk Islam. Sudah lama aku tertarik dengan Islam. Kupikir, ini agama yang paling rasional. Perlahan, aku tertarik dengan ritual Islam yang dijalankan Tanteku, seorang muslimah yang sempat tinggal bersama keluargaku. Tapi hingga suatu saat aku suting di pulau Nias, Sumatera Utara, aku belum juga memeluk Islam. Inilah awalnya.... Pulau Nias tiap hari diguyur hujan lebat, disertai angin dan badai. Dua bulan tim kami terperangkap di pulau itu. Tak ada pesawat yang berani terbang di tengah cuaca buruk. Padahal, aku harus se

Kisah Bernard Nababan Jadi Mualaf

Menjadi seorang pendeta adalah harapan kedua orang tuanya. Namun, kehendak Allah SWT mengantarkan Bernard Nababan pada kebenaran Islam. Bahkan, ia akhirnya menjadi juru dakwah dalam agama Islam. Saya lahir di Tebing Tinggi, Sumatra Utara, 10 November 1966. Saya anak ke-3 dari tujuh bersaudara. Kedua orang tua memberi saya nama Bernard Nababan . Ayah saya adalah seorang pendeta Gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) di Sumatra Utara. Sedangkan, ibu seorang pemandu lagu-lagu rohani di gereja. Sejak kecil kami mendapat bimbingan dan ajaran-ajaran kristiani. Orang tua saya sangat berharap salah seorang dari kami harus menjadi seorang pendeta. Sayalah salah satu dari harapan mereka. Kemudian, saya disekolahkan di lingkungan yang khusus mendidik para calon pendeta, seperti Sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA) Kristen. Lalu berlanjut pada Sekolah Tinggi Teologi (STT) Nomensen, yaitu